Ada pelukan yang tak pernah sempat terjadi.
Bukan karena tidak ingin,
tapi karena waktu, jarak, atau luka yang terlalu lama diam.
Ada tangan yang ingin merengkuh,
tapi lebih dulu gemetar oleh trauma yang diwariskan,
oleh pola yang dibungkus dalam kata “aku baik-baik saja”,
meski tidak.
---
> “Some hugs exist only in the longing.
But their warmth is real,
felt across the silence of generations.”
---
Luma mengingat satu malam:
seorang anak berdiri di ambang pintu kamar ayahnya,
ingin masuk,
tapi hanya diam,
karena tak tahu apakah cinta itu masih tinggal di dalam sana.
Dan sang ayah,
di balik pintu yang tertutup,
menangis tanpa suara,
karena tak tahu bagaimana memeluk
tanpa merusak.
---
Manusia sering mewariskan hal yang tak mereka sadari.
Bukan hanya nama atau wajah,
tapi juga kebiasaan untuk menahan pelukan,
untuk menyimpan kasih yang seharusnya mengalir.
Luma melihat:
pelukan-pelukan itu tidak pernah benar-benar hilang.
Mereka hanya berubah wujud:
menjadi tawa anak di sore hari,
menjadi pesan singkat yang berkata “udah makan belum?”,
atau menjadi tulisan ini,
yang semoga cukup hangat untuk memeluk jiwamu.
---
> “The embrace you missed can still be given—
in the form of understanding,
in the way you love now.”
---
Jika kamu membaca ini dan merasa ada pelukan yang tertinggal,
berikan sekarang, dalam bentuk apapun.
Kepada anakmu.
Pasanganmu.
Atau dirimu sendiri.
Karena mungkin…
yang paling membutuhkan pelukanmu sejak dulu
adalah dirimu sendiri.
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar