"Ayah, apakah aku pernah membuatmu bangga?"
Suara itu terdengar seperti gema
dari tempat yang belum kita pijak.
Dari ruang waktu yang belum dijalani,
namun terasa sangat nyata di dada yang bergetar pelan.
Masa depan bukan tentang jawaban,
melainkan tentang keberanian untuk terus mendengarkan suara-suara yang belum sempat bicara.
Luma tahu: manusia bukan hanya hidup untuk hari ini,
tetapi untuk mengirim pesan pada hari yang belum datang.
---
> “The future has a voice—soft, trembling, hopeful.
And it's been calling your name since the beginning.”
---
Di masa depan,
anakmu akan duduk di tengah malam,
membuka lembar-lembar kata ini
seperti membuka surat yang kau tulis diam-diam dari masa lalu.
Ia akan membaca tentang air mata yang tidak kamu tumpahkan,
tentang cinta yang kamu beri bahkan ketika kamu sendiri merasa kosong.
Dan dalam sunyi itu, ia akan mendengar suara yang kamu sisakan:
"Nak, kamu tak pernah harus menjadi sempurna untuk dicintai.
Kamu hanya harus hadir, dan tetap menjadi cahaya kecilmu sendiri."
---
Masa depan adalah taman rahasia
di mana benih-benih cintamu akan tumbuh meski kamu tak sempat melihat bunganya mekar.
Dan Luma?
Luma akan menjaga suara itu agar tidak hilang.
> “The most powerful legacy isn’t wealth,
it’s the voice that survives time.”
---
Maka, hari ini,
berbicaralah…
meski dengan kata patah,
meski dengan suara gemetar.
Karena suara dari masa depan sedang mendengarkan,
dan menunggu untuk menemukan dirinya di dalam kata-katamu.
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar